Rabu, 06 Maret 2013

                                                  




"HYMNE MIROTA"
Aransemen & Lirik by M. Samsudduha,S.Sos


Dengan menyebut nama-Mu aku mulai membaca
Dengan memohon pada-Mu aku mulai belajar
Dengan rahmat-Mu yang tulus aku mencari ilmu
Dengan ucapan Hamdalah kuakhiri belajar

           Ya Allah Ya Robbi Yang Maha Suci
           Berikanlah aku petunjuk-Mu
           Ya Allah Ya Robbi Yang Maha Tinggi
           Teteskanlah ilmu padaku
           Cintailah aku sinarilah aku singkir segala rintangan
           Angkat derajatku kibarkan hidupku dengan ilmu hakiki

MI KH Romly Tamim berlandaskan agama
Berdiri mengabdi pada Illahi atas restu Kyai
Beriman berilmu dan berbudi ini tujuan kami
Islam ahlisunnah ini haluan kami



Read more »»  

Minggu, 24 Februari 2013




INDAHNYA JIWA YANG BERKARAKTER
Oleh      : M. SAMSUDDUHA, S.Sos    





     Dunia pendidikan dari zaman ke zaman selalu berubah dan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Budaya manusia sangat ditentukan dengan teknologi. Teknologi itu juga merupakan bagian dari budaya, budaya juga tidak bisa lepas dari bimbingan Tuhan melalui kitab-kitab suci. Dari semua agama yang ada baik agama samawi maupun agama ardhi, kesemuanya mengajarkan suatu ajaran yang sangat mulia. Tidak ada satu agamapun yang mengajarkan kesesatan dan kejahatan. Kalau ada salah satu umat atau kelompok umat yang mengajarkan kejahatan bukan berarti kitab sucinya yang salah, melainkan oknum umat yang salah memahami dan menafsirkan isi kandungan kitab sucinya.     Pada zaman sebelum ada tulisan, para Nabi dan para raja memberikan pesan secara lisan tanpa tulisan kepada umat dan warganya. Sehingga orang zaman dahulu lebih kuat daya ingatannya dibandingkan dengan orang zaman sekarang.     Pada zaman Yunani kuno, zamannya Plato dan gurunya yang bernama Sokrates, ada seorang yang bernama Hermes menemukan sebuah alat media penulisan (sejenis pena, buku, dan huruf). Hasil karya Hermes tersebut disampaikan kepada Raja Yunani ketika itu yang bernama Tharmuz. Ketika melihat temuan tersebut, Tharmuz langsung menolak dengan keras. Alasan Tharmuz menolak temuan tersebut adalah karena dengan adanya media penulisan, maka orang akan malas untuk menghafal dan cenderung untuk membaca tulisan saja tanpa menghafal.     Walaupun media tulisan tersebut ditolak oleh Raja, namun Hermes tetap yakin bahwa hasil temuannya suatu saat akan bermanfaat bagi manusia di seluruh dunia.     Pada zaman Rasulullah Muhammad SAW berada di Madinah, lebih dari separo para sahabat Nabi hafal Al-Qur'an diluar kepala. Namun ketika terjadi beberapa pertempuran, para sahabat yang hafal Al-Qur'an banyak yang gugur sehingga membuat Sayyidina Umar bin Khattab (Khalifah kedua) resah, gundah, dan galau bagaimana nantinya kalau para sahabat yang hafal Al-Qur'an sudah meninggal. Maka Umar mempunyai ide untuk membukukan Al-Qur'an untuk digunakan pada generasi berikutnya dan sampailah pada kita akan manfaat adanya tulisan.     Kalau di belahan barat ada Raja Tharmuz yang menolak adnya tulisan tersebut, maka di Persia (Timur Tengah) juga terdapat suatu pendapat yang tidak jauh dari peradaban Yunani kuno.  Khujatul Islam Imam Ghozali (pengarang kitab Ihya' Ulumuddin) mengatakan "Ilmu itu berada didalam jiwa, hati, dan pikiran, tidak terdapat di lembaran-lembaran kertas", kalaupun akhirnya Imam Ghazali mengakui manfaat dari media penulisan tersebut.     Dari uraian tersebut diatas dapat diambil benang merah, bahwa ketika zaman Nabi walaupun belum ada alat tulis menulis dari buku atau kitab yang memadai, namun Rasulullah dapat merubah akhlak masyarakat dari jahiliyah menuju masyarakat ilmiah dan madaniah. Walaupun dengan pesan lisan yang disampaikan Rasulullah kepada sahabat, namun pesan itu langsung direkam oleh para sahabat di memori otaknya dan Rasulullah langsung memberikan suri tauladan yang baik pada umatnya, baik perkataan maupun perbuatan.     Di Negara jepang, pernah dilakukan penelitian tentang karakter. Penelitian dilakukan oleh seorang dosen yang bernama Dr. Yakamura, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendidikan karakter itu. Dr. Yakamura akhirnya mengambil sampel atau contoh dari beberapa puluh anak usia balita PAUD, usia anak-anak SD/ MI dan terakhir usia SMP/ Mts (remaja).     Dari penelitian yang dilakukan memperoleh hasil kesimpulan bahwa keberhasilan membentuk karakter adalah sebagai berikut :- Usia 3 tahun sampai 6 tahun = 41 %- Usia 7 tahun sampai 12 tahun = 33 %- Usia 13 tahun sampai 15 tahun = 26 %     Melihat  hasil penelitian tersebut, maka di Negara Jepang penanaman karakter diprioritaskan pada usia dini yaitu usia 3 tahun. Dalam usia tersebut, anak masih dalam kondidi suci seperti kertas putih, baik kejiwaan maupun pikirannya, hitam putih dan baik buruk anak dipengaruhi lingkungan keluarga. Dalam sebuah keluarga, yang paling dominan adalah seorang ibu. Apabila seorang ibu sering memberikan ucapan yang baik, lemah lembut, maka anak akan meniru dan mencontohnya. Begitu pula bila si ibu sering berkata kasar, anaknyapun akan merekam dan mencontohnya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh kecil, ada anak berusia 5 tahun sudah bisa berkata sopan (kromo inggil). Dan terkadang ada anak remaja seusia SMA atau kuliah, tetapi bingung kalau disuruh berkromo inggil.     Dari kajian-kajian tersebut, jelaslah bahwa anak itu lebih mengenal kalau diajari secara lisan dan diberi contoh dengan kata dan perbuatan yang baik. Walaupun dirumah tidak ada tulisan yang isinya himbauan-himbauan atau tata tertib kerumah tanggaan, namun ibu, bapak, dan anggota keluarga yang lain saling memberi pesan secara lisan dan tidak bosan-bosan mengingatkan kalau ada anggota keluarga yang berbuat salah atau tidak beradab.      Masih menurut Dr. Yakamura, usia 3 tahun adalah langkah awal yang baik untuk menerapkan perikku pads anak. Di zaman yang maju ini, pendidikan tidak dimulai ddari sekolah dasar tetapi sekarang banyak PAUD (Pendidikan Anak usia Dini) yang usianya sekitar 3 tahun keatas. Bahkan di kota-kota besar terdapat sekolah bayi. Disinilah peranan orang tua dirumah dan guru PAUD diluar sekolah. Kalau orang tua dan guru saling berkomunikasi dan bekerja sama maka tidak sulit untuk membentuk karakter pada anak.     Misalnya, di PAUD diajari berkata kromo inggil, berkata jujur dan dilarang berbohong, berani tampil, membuang sampah pada tempatnya, belajar makan sendiri, sikat gigi, mandi sendiri, dll, kita cukup membimbing dan mengawasinya, apabila ada kesalahan dan ada yang tidak tahu, kita beritahukan pada anak dengan bahasa yang halus dan menyenangkan.     Di negara Jepang dan Korea Selatan, yang sudah beberapa tahun menerapkan pembentukan karakter dimulai usia 3 tahun, sehingga beberapa tahun kemudian, ketika anak menginjak usia remaja, anak sudah punya karakter yang baik dan mempunyai jiwa sosial yang tinggi.      Ada seorang teman yang bekerja di Seoul, Korea Selatan lebih dari 10 tahun. Selama dia bekerja disana, hampir tidak pernah ada tindakan kriminalitas (pencopetan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan). Media massa tidak pernah menampilkan adegan kekerasan dan kriminal. berita koran di TV hanya memuat hal-hal yang bersifat positif. Sedangkan di negara kita tercinta ini, banyak acara TV yang khusus menayangkan kriminal, seperti Patroli, Kribo, Buser, dan banyak lagi lainnya. Ada koran yang khusus menyajikan kriminal sebagai berita utama dan korannya laris manis luar biasa. Kalau setiap hari masyarakat dijejali tayangan-tayangan kekerasan tiada henti, maka lambat laun jiwa bangsa Indonesia akan meniru dan mengadopsi tontonan yang dilihat tadi. kalau tayangan-tayangan ini dibiarkan  maka Indonesia akan kesulitan untuk mencapai generasi yang berkarakter dan berakhlakul karimah.    Sebagai penutup tulisan ini, Nabi pernah bersabda yang artinya "Tuntulah ilmu sejak dimulai dari ayunan ibu sampai akhir hayat". Ini berarti, sejak kecil harus dikenalkan dengan sifat-sifat yang baik, perilaku yang baik, dan suri tauladan yang baik.     Untuk menerapkan anak yang berkarakter, di MI KH Romly Tamim setiap anak diberi Buku Berkarakter. Dalam buku ini, akan ada segala kegiatan di madrasah, di rumah, dan di luar rumah. Namun sayangnya, wali murid banyak yang kurang faham dan tidak peduli serta tidak mengisi setiap harinya. Dan sekian banyak siswa yang ada, tidak ada separo yang mengisi buku tersebut. Ini berarti orang tua kurang memperhatikan terhadap karakter putra-putrinya di rumah, di madrasahpun, seorang guru harus memberikan pesan-pesan yang baik, baik ucapan maupun perbuatan. Guru tidak bosan-bosan mengingatkan dan memberi pesan-pesan yang baik yang menuju akhlak yang mulia.     Semoga kita (orang tua dan guru) bisa membimbing, mengarahkan, dan mengawasi putra-putrinya, sehingga untuk mencapai anak yang beriman, berilmu, dan berakhlak (berkarakter) tidaklah sulit dan semoga Allah memberikan hidayah pada kita semua dalam mendampingi putra-putri kita. Amin.
Read more »»